welcome

welcome

wa...wa...wa....

wa...wa...wa....

Mengenai Program Studi PPKn di Universitas Cenderawasih



VISI MISI DAN TUJUAN PROGRAM STUDI PPKn


Program Studi (PS)

: Pendidikan Pancasila dan Kewarganegara


J u r u s a n

: Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


F a k u l t a s

: Keguruan dan Ilmu Pendidikan


Perguruan Tinggi

: Universitas Cenderawasih


Waktu Penyelenggaraan Pertama Kali

: 11 Juli 1998


Nomor SK Pendirian PS

: 239 DIKTI KEP 1996


Tanggal SK

: 11 Juli 1997


Pejabat Penandatangan SK

: BAMBANG SOEHENDRO





Visi dan Misi Program Studi PPKn

Visi Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah : “ Menjadi program studi yang unggul dalam pengembangan kewarganegaraan, demokrasi dan hak asasi manusia, serta menghasilkan lulusan yang professional, beretika dan bermoral dalam menghadapi tantangan global “.



Misi Program Studi PPKn

1. Meningkatkan mutu pembelajaran Program Studi PPKn

2. Meningkatkan keterampilan mengajar calon guru PPKn

3. Menghasilkan tenaga kependidikan kewarganegaraan yang profesional dan memiliki integritas (pemikir, peneliti serta pengabdi yang mampu menerapkan nilai-nilai dasar Pancasila

4. Menghasilkan pribadi yang profesional, berwawasan luas, menjadi warga negara yang baik dan aktif dalam pembangunan bangsa dan negara.

5. Menjalin dan mengembangkan kerjasama dengan lembaga internal dan eksternal dalam rangka kualitas tenaga akademik, kemahasiswaan, dan kualitas akademik melalui kerjasama dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.



Tujuan Program Studi PPKn

1). Menghasilkan tenaga kependidikan dalam bidang pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan menengah baik umum maupun kejuruan

2). Menghasilkan tenaga profesional dalam bidang pendidikan kewarganegaraan , demokrasi serta hak asasi manusia membentuk karakter yang berwawasan multidisiplin ilmu

3). Menghasilkan tenaga ahli, peneliti dan pemikir dalam bidang pendidikan kewarganegaraan, demokrasi dan hak asasi manusia


Berdasarkan misi yang ditetapkan, maka sasaran yang akan dicapai Program Studi PPKn FKIP Universitas Cenderawasih yaitu peningkatan mutu pembelajaran dan mutu lulusan program studi dengan strategi pencapaian yaitu melakukan penyesuaian kurikulum, peningkatan strategi dan metode pembelajaran sesuai dengan pembelajaran aktif di perguruan tinggi (ALIHE)




Laman

Kalau mau cari data seperti biasa di google....klik dan cari disini

Senin, 13 Juni 2016

SIAPA ORANG ASLI PAPUA? Oleh : Dr. Beny Giay

(KITORANG SEMUA YANG HIDUP DAN MENJADI ORANG PAPUA PERLU BACA TULISAN BAPAK BENY GIAY, TULISAN INI SEBAGAI SUMBANGAN EMAS BAGI ANTISIPASI KONFLIK MASALAH "SIAPA ORANG ASLI PAPUA" (Komentar singkat ini oleh Willius Kogoya)

1. Pendahuluan
Banyak kalangan belakangan ini, khususnya para elit baik Papua maupun non-Papua secara terbuka maupun diam-diam membahas pertanyaan “siapa orang asli Papua”. Ia menjadi masalah ketika perjuangan kemerdekaan Papua melahirkan Ostus pada tahun 2001, terlebih dengan terbitnya SKP MRP No 14, terkait bupati dan wakil dan walikota dan wakilnya. Walaupun sebelum Otsus dan SK MRP diterbitkan, tidak ada yang persoalkan itu. Karena semua tahu siapa bangsa Papua. Tetapi demikianlah anak manusia di mana saja, yang panik atau repot sana sini, saat kenyamanan dan kepentingannya mulai terganggu oleh wacana itu. Terlebih saat-saat menjelang pemilihan anggota MRP atau ketika SK MRP No. 14 yang mengamanatkan agar bupati dan wakil; walikota dan wakil ialah orang asli Papua. Pada saat seperti itu: semua pihak mulai pasang kuda-kuda membuat aturan hukum segala untuk mengaburkan “masalah yang sebenarnya ayam putih terbang siang” untuk meloloskan kepentingannya.
Menyikapi perkembangan ini saya untuk memberi catatan sekitar wacana itu. Pijakan dan kerangka saya menyusun catatan ini ialah sejarah sunyi bangsa Papua, yang secara terus-menerus disembunyikan atau dihapus oleh pemerintah negara ini sejak tahun 1960an dengan berbagai cara dan siasat. Misalnya dengan pembredelan buku-buku sejarah kekerasan negara terhadap rakyat Papua untuk menghilangkan jejak-jejak sejarah sunyi bangsa Papua. Dari sudut pandang dan kerangka sejarah Papua yang dilarang itulah saya menjawab pertanyaan “siapa orang asli Papua”. Berangkat dari kerangka sejarah itulah saya membagi “orang asli Papua” menjadi dua kategori. Dalam kategori yang pertama, saya masukkan warga tanah Papua” yang korban secara langsung karena dianggap sebagai “yang lain” oleh elit pemerintah /rakyat Indonesia sehingga (Jakarta dan rakyat Indonesia) mengangkat dirinya sebagai pihak yang paling beradab dan mendapat panggilan untuk: membangun, memberdayakan, membina, mengendalikan, menghajar dan menghilangkan Papua sebagai pihak ”yang lain”. 

Tetapi ada juga “orang asli Papua” kategori kedua yang telah menyelami sejarah Papua dan menjadi bagian dari bangsa Papua yang tersingkir yang secara konsisten berjuang (dari awal sampai akhir) bersama Papua, dan menjadikan penderitaan dan impian Papua sebagai penderitaan idealismenya sendiri. Pembagian kedua kategori ini tidak dimaksudkan untuk mendiskriminasi kategori kedua. Poncke Princen dari Indonesia “yang saya anggap “orang pribumi Indonesia” dalam sejarah Indonesia akan saya sebutkan dalam bagian ketiga untuk memberi contoh konkrit “orang asli Papua” dalam kategori kedua tersebut.
2.Siapa Orang Asli/bangsa Papua: Mereka yang Menjalani Memoria Passionis
Ketika berbicara mengenai “Orang asli Papua”, kita sedang merujuk kepada mereka yang menjalani pengalaman sejarah berikut.

(a) Orang asli Papua: ialah warga bangsa tanah Papua yang leluhurnya telah bermukim di tanah ini ribuan tahun, jauh sebelum makhluk-mahkluk jahat atau suanggi bernama: negara bangsa seperti Indonesia, Amerika, Belanda lahir. Orang Papua di sini tidak bisa lain dari keturunan suku bangsa-bangsa yang telah bermukim di tanah Papua dengan perangkat aturan /hukum dan agama yang mereka pedomani dalam interaksi social dan hidup dari mengelola sumber daya alamnya, jauh sebelum Indonesia terbentuk dan Negara bangsa lain terbntuk. Itu unsur pertama. Tetapi ini bukan satu-satunya kriteria.
(b) Kriteria kedua, ialah keturunan dari warga suku bangsa (kategori a di atas) yang leluhurnya (gadis-gadis hitam berambut keriting yang dalam bahasa Tiongoa disebut: jenggi, seng-ki atau tungki”) dijadikan sebagai upeti oleh Sriwijaya pada abad ke 8 dan dipersembahkan kepada Cina[1]. Orang asli Papua ialah keturunan dari 300 orang leluhur bangsa Papua yang dalam tahun 1381 dipersembahkan oleh Majapahit kepada Cina sebagai upeti. Dan tahun berikutnya 100 orang warga bangsa Papua dikirim ke Cina sebagai upeti[2]. Singkatnya “orang asli Papua, ialah keturunan leluhur Papua yang dijadikan sebagai budak oleh Sriwijaya dan Majapahit yang dipersembahkan kepada Cina. Sekali lagi ini baru dua kriteria. Masih ada criteria ke tiga.
(c) Ketiga, warga yang tinggal di tanah Papua yang leluhurnya telah lama yang dijadikan sebagai obyek perampokan, pengayauan dan perbudakan oleh Tidore dan Ternate melalui hongi: armada khusus yang dikirim oleh Sultan itu; untuk menangkap (anak laki-laki dan perempuan, tua dan muda) warga bangsa Papua dan menjualnya sebagai budak[3].
Sehingga menurut I.S. Kijne di Maluku Utara dan Maluku secara umum istilah “Papua” identik dengan budak”[4]. Siapa saja yang menjadi korban dan mewarisi trauma ini, yang menurut Eliezer Bonay sampai generasi ke generasi ke delapan[5] dialah “orang asli Papua” Sekali lagi masih ada unsur lain.
(d) warga bangsa ini (butir a di atas) yang selama puluhan dan ratusan tahun menjadi sasaran serangan politik stigma seperti: bodoh, malas, separatis, dll; atau warga bangsa Papua (butir a diatas) yang hingga sekarang ini menjadi korban rasisme Indonesia; yang mengidentikkannya dengan “kete” (monyet). Siapa “orang asli Papua” warga bangsa Papua yang sering menerima arahan dari orang Jawa untuk ‘kawin aja dengan orang Jawa biar bisa perbaiki keturunan”[6]. Sehingga siapa saja Papua yang menjadi korban rasisme dan stigma politik yang disebutkan di atas dialah “orang asli Papua”.
(e) Kriteria ke 5 orang asli Papua ialah mereka (a s/d d) yang sejak awal tahun 1960an (hingga dewasa ini) meratap dan terusik saat tentara/pemerintah Indonesia membakar/membredel semua dokumen dan buku yang ditulis mengenai Papua baik yang ditulis penulis Papua maupun Barat; yang dimulai dengan pembredelan buku: Ik ben Een Papua yang ditulis oleh Zacharias Sawor, disusul dengan pembredelan Benteng Jen bekaki (yang ditulis Ds Jan Mamoribo) dan Djajapura Ketika Perang Pasifik (Arnold Mampioper), Tenggelamnya Rumpun Melanesia oleh Sendius Wenda, hingga Pemusnahan Etnis Papua yang ditulis Socrates Yoman. Orang Papua asli yang terganggu dan emosi saat mendengar buku karya anak adatnya dilarang beredar atau dibredel oleh pemerintah NKRI (Neraka Kesatuan Republik Iblis).

(f) Orang asli Papua, ialah mereka yang harkat dan martabatnya dihancurkan atas nama pembangunan. Mereka yang mengalami dampak langsung dari ideologi dan kebijakan pembangunan yang bias pendatang: migrant biased development policy. Kebijakan dan ideology pembangunan yang dibuat semata-mata untuk dan demi kesejahteraan dan kepentingan pendatang di Papua; dan menyepelekan kepentingan dan masa depan bangsa Papua (yang sudah tinggal di tanah ribuan tahun sebelum Indonesia, dan Negara bangsa lainnya lahir). Contoh kebijakan terakhir yang berbau bias pendatang ialah: rencana pengiriman transmigrasi ke Pegunungan Tengah dan pemekaran Kabupaten untuk (menampung orang Indonesia yang keluar dari Timor Leste, korban Lumpur Lapindo di Sidowardjo, rakyat miskin dari Jawa atau provinsi lain di Indonesia) yang sekaligus membunuh Papua secara perlahan tetapi bertahap dan pasti. Orang asli Papua adalah mereka yang hidup dan masa depannya terancam oleh kebijakan pembangunan yang diskriminatif ini sehingga bangkit melakukan perlawanan terhadap peraturan dan kebijakan pembangunan yang berbau rasisme dan pemusnahan etnis ini.
g) Siapa orang asli Papua? Mereka yang tinggal di tanah ini yang sering menjadi korban dan sasaran pengejaran dan pembunuhan sebagai bagian dari operasi-operasi militer berikut[7]:
  • Operasi Sadar (dimulai 27 September 1962 sampai 15 November 1962 untuk mengantisipasi penarikan pasukan Belanda dengan tugas (a) mengamankan penyerahan Irian Barat dari Belanda ke NKRI 9 (b) pengerahan semua angkatan untuk duduk dalam posisisi strategis dalam UNTEA di Irian Barat: angkatan yang terlibat adalah: AURI, KEPOLISIAN, ANGKATAN DARAT yang secara terbuka maupun tertutup mengedalikan kebijakan UNTEA bagi kepentingan NKRI (c) penguasaan Irian Barat.
  • Operasi Wisnamurti (dimulai 5 Januari 1963) untuk menyadarkan masyarakat Papua bahwa masa depannya ada di tangan pemerintah RI.
  • Operasi sadar (mulai tanggal 3 Agustus 1965 sampai tahun 1967) untuk menumpas OPM
  • Operasi wibawa (dimulai tanggal 22 Februari 1969 dengan tujuan untuk (a) menyelesaikan gangguan keamanan oleh Gerombolan separatis: Ferry Awom di Kepala Burung (b) menumbuhkan dan memelihara kewibawaan Pemerintah sebagai kelanjutan dari Operasi sadar.
  • Operasi Wibawa ini dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara:
  • Operasi tempur menghancurkan kekuatan fisik lawan
  • Operasi territorial mendukung aparatur Negara dalam operasi wibawa.
  • Operasi Intelligence: untuk membongkar jaringan/unsure pendukung Gerakan separatis. Dalam pelaksanaannya Oprasi Wbawa ini dibantu oleh
(a) Jon satgas pelaksana 713/Merdeka
(b) Jon Satgas 724/Atasan Udin
(c) Jon satgas 732/Pattimura
(d) Jon satgas 741 Udajana
(e) Ki Satgas Jon 700/LINUD
(f) TON ARHANUD
(g) JONIF 590 Brawijaya
(h) Jonif 516 Brawidjaja
(i) Don Zipur VIII/Brawidjaja
(j) Den dipiad
(k) Den Kavser
(l) Den Penerbad
(m) Unsur Perbekud
(n) Denpashanda
(o) Unsur AURI
(p) 1 pesawat Dakota dan 1 pesawat B26.
Operasi ini dilaksanakan dalam 4 tahap (triwulan I sampai triwulan IV)
  • Operasi Pamungkas
  • Operasi keras
  • Operasi No. 009 (mulai tanggal 20 September 1969) dengan tujuan menyusup ke daerah pedalaman membawa misi kemajuan dan peradaban. Sasarannya ke daerah Lembah X yang masih terkebelakang.
  • Operasi No. 007 ke Lembah X yang sama untuk mendokumentasi kehidupan Masyarakat di Lembah X
  • 1 Juli 1970, Operasi Pamungkas untuk menyikapi perlawanan yang dilakukan Melkias Awom dan Nataniel Awom di Biak Utara. Operasi ini menewaskan banyak masyarakat tak berdosa, lantaran ketidak-berdayaan TNI menguasai medan[8].
  • 25 Oktober 1979, „operasi pembersihan“ di Biak Barat dan Biak Utara.[9]
  • 1979 -1982 Operasi Sapu I dan II bersih atas Pangdam Mayjen Ci. I. Santoso yang kemudian menjadi Sekjen Menteri Transmigrasi[10].
  • 1981 Operasi Galang I dan Galang II, dibawah Panglima Mayjen C.I. Santoso
  • Akhir 1983 – awal tahun 1984, operasi Tumpas yang dilaksanakan dibawah Komando Pasukan Kopasanda (Kopasus)[11]
Orang asli Papua ialah warga keturunan leluhur Papua yang menjadi korban langsung maupun tidak langsung operasi-operasi militer ini.
(h) Siapa orang asli Papua? Mereka yang masuk dalam kategori (a) di atas yang dalam 1960an meratap dan berkabung selama 3 hari saat Indonesia mengambil alih pemerintahan dan kemudian setelah Pepera dimenangkan Indonesia. Seperti Amapon Jos Marey yang meratap di atas pesawat saat membaca Isi perjanjian New York. “Hanya Tuhan yang mengetahui masa depan kami bangsa Papua dan tanah ini. No body knows the troubles I’ve seen, no body knows my sorrow”[12]dan puluhan pengungsi Papua di pulau Manus (PNG) yang berkabung selama beberapa hari saat mendengar PEPERA 1969 dimenangkan Indonesia[13].
(i) Orang asli Papua: warga keturunan leluhur bangsa Papua yang telah hidup di tanah ini jauh sebelum Sriwijaya dan Majapahit lahir, yang sejak Indonesia menduduki Papua, menjalani sejarah pengungsian dan menjadi bangsa pengungsi. Simak catatan singkat kronologi sejarah pengungsi Papua Barat ke PNG 1962 sampai 1986 seperti yang dikutip dalam Penelitian tadi oleh Glazebrook.
1962 - 1968
  • Agustus 1962, setelah Belanda menandatangani perjanjian New York untuk menyerahkan Papua Barat kepada pemerintah Indonesia ribuan orang Papua mengajukan permohonan tinggal kepada pemerintah Australia untuk di PNG.
  • Akhir Agustus 1962, 350 orang Papua Barat mengungsi ke Weam, PNG
  • Juni 1963, Ratusan orang Papua Barat mengungsi ke tempat-tempat pemukiman warga PNG di sepanjang perbatasan PNG RI: Jayapura Vanimo (bagian Utara) di Skotiau
  • Oktober 1968, 40 orang pengungsi politik dari Papua Barat dipindahkan dari Vanimo dan Wewak ke pulau Manus.
1969
Pengungsi dan pencari swaka Papua sangat besar jumlahnya dalam tahun 1969, sebelum dan menjelang Pepera 1969, walaupun Pemerintah Indonesia menawarkan amnesty. Barangkali karena amnesty ini diikuti oleh kegiatan Kampanye Operasi Sadar (Operation Awareness Propaganda)
  • Januari, 51 orang yang mengungsi dan mencari swaka
  • Februari, 77 orang
  • Maret, 25 orang
  • April, 196 orang
  • Pertengahan April, 111 orang
  • Mei, 402 orang
  • Juni, 188 orang
  • Dalam bulan Juni jumlah pengungsi di tiga tempat di PNG dicatat sebagai berikut: (a) Yako: 112 orang; (b) Morehead: 280 orang; (c) Manus: 50 orang
  • Juli, 140 orang
  • Agustus, 616 orang
  • Desember, 326 orang
1977 – 1982
  • Mei 1977, 490 orang Papua menyeberang ke perbatasan RI dan PNG sebagai pengungsi. 290 orang di Kwari Barat Daya Daru) 200 orang di Wawol di Western Province. Kemudian dalam bulan yang sama 60 orang menyeberang ke Bewani, PNG
  • Agustus 1978, 50 orang Papua menyeberang ke Yako, PNG; 30 orang dari mereka mencari swaka dari PNG, dll
  • Juni 1979, 145 pengungsi Papua Barat di PNG dipindahkan oleh Pemerintah PNG dari Kam Pengungsi di Yako, Oksapmin, Madang dan Weam
  • Desember 1980, 120 warga masyarakat mengungsi ke Morehead, Western Province, PNG
  • 1982, 29 orang pengungsi Papua Barat dipindahkan oleh Departemen Luar Negeri PNG dari Yako ke Wutung dan Bewani, PNG
Orang asli Papua: warga keturunan leluhur yang telah tinggal di tanah ini jauh sebelum Tidore dan Ternate lahir, yang sejak Mei 1962 menjalani sejarah kehilangan dan pengungsian di atas.
(j) keturunan leluhur Papua yang sejak 1880an hingga dewasa ini dicatat terus memperjuangkan impian jaman bahagia melalui gerakan-gerakan mesianis/keagamaan: seperti: koreri (makan di satu piring), hai (jaman bahagia), ayii (jaman kseteraan dan semuanya berkecukupan), dll[14].
(k) Warga yang Papua yang menjadi target dan korban dari kebijakan Pengkondisian yang dimuat dalam Dokumen sangat Rahasia yang dikeluarkan pada tanggal 9 Juni 2000 oleh Dirjen Kesbang dengan nomor 578/ND/KESBANG/D IV/VI/2000. Dokumen tsb memberi perintah agar dilakukan operasi dengan melibatkan semua institusi Negara maupun swasta (baik langsung maupun tidak langsung untuk mengendalikan Papua yang separatis dan yang berpotensi menjadi separatis); dengan sifat operasi :terbuka maupun tertutup) di seluruh Provinsi dan Kabupten/kota. Siapa saja yang menjadi korban dan sasaran operasi: merekalah “orang asli Papua”.
(l) keturunan leluhur Papua yang sejak awal tahun 1980an dipaksa/diteror dan ditembak TNI POLRI karena bermasa bodoh, enggan atau terlambat mengikuti upacara hari kemerdekaan 17 Agustus, seperti yang telihat dalam kasus dan pengalaman berikut.
  • Dua warga suku Mee warga yang ditembak Koramil Obano (Paniai Barat) lantaran terlambat mengikuti upacara perayaan hari kemerdekaan 17 tahun 1983. Satu diantara korban tewas ditempat; sementara yang lainnya luka berat di kaki kanan karena tiba di tempat upacara 30 menit setelah upacara dimulai.
  • Warga pos 7 Sentani yang rumahnya menjadi operasi target penggeledahan pada tanggal 16 Agustus 2006. Saat operasi pagi hari (sekitar jam 5 sampai 6 pagi) berlangsung warga yang tidak mengibarkan bendera merah putih di halaman rumahnya dihajar dan diinterogasi dan disuruh pergi membeli bendera merah putih di Pasa Baru Sentani. Penghuni rumah-rumah yang kedapatan menyimpan bendera/gambar bendera bintang kejora didaftar namanya setelah dipukul babak belur gerombolan TNI POLRI.
  • Demikian juga warga Kelapa Lima, Merauke; sekitar jam 5 pagi yg diangunkan gerombolan TNI POLRI yang melakukan operasi memantau kampong-kampung mana yg tidak menaikkan bendera merah putih.
  • Staf Lurah Hedam yang diteror dua orang Indonesia (anggota Kopassus) karena tidak menaikkan bendera merah putih pada tanggal 16 Agustus 2007..
Ini kriteria lain siapa orang asli. Mereka yang dipaksa merayakan penjajah yang merebut harga diri dan masa depannya.
(*) Orang asli Papua ialah yang menurut laporan Yale University (November 2003) dan Sydney University (Agustus 2007) sedang menuju kepunahan.
(*) Kategori yang terakhir ialah perempuan dan laki-laki orang Indonesia yang menikah dengan orang asli Papua” di atas (kategori a sampai l) yang sering dimarahi orang Indonesia lain, “mengapa menikah dengan orang Papua yang bodoh, pemabuk dan primitif? Apakah tidak ada laki-laki (atau perempuan) lain di Jawa, Sulawesi, Maluku, dll, kah?
Kriteria “orang asli Papua” di atas harus dilihat/dibaca secara utuh, tidak dibagi-bagi dan dilihat secara sepotong-potong. Siapa “orang asli Papua”? Siapa “orang asli Papua”? Siapa saja yang memenuhi criteria di atas, mari silahkan bergabung. Tetapi orang Papua tidak hanya itu.

KNPB di Mata Seorang Melayu di Jayapura Oleh: Yohanes Kertajaya*

Saya datang ke sini, di tanah Papua, untuk menjadi seorang guru. Tidak ada tujuan lain dan tidak ada yang mengajak. Keprihatinan ibuku atas kondisi pendidikan di Papualah yang membawa saya ke sini. Ibu relakan saya habiskan  hidupku untuk orang Papua,  menjadi guru.
Benar, saya telah menjadi guru di sebuah sekolah swasta di Jayapura kurang lebih 12 tahun ini. Latar belakang pendidikan saya adalah sosial politik dari universitas ternama di Yogyakarta. Saya mengajar sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Di sini, saya lebih puas menjadi pendidik daripada yang lainnya.

Kurang lebih 12 tahun menjadi guru di Papua, tidak pernah saya mendengar atau melihat pembicaraan seserius ini tentang KNPB  di sekolah tempat saya mengajar akhir-akhir ini. Sejumlah guru: guru asli Papua (ras Melanesia)  maupun guru pendatang (ras Melayu) secara terbuka membicarakan KNPB. Saya menguping beberapa kali tetapi saya memilih diam.
Tetapi, sesering mungkin saya mendengar nama KNPB, keingintahuan saya tentang KNPB terus meningkat. Keputusan bulat, saya harus membuat tulisan tentang KNPB. Memang, dari berita di media, sering saya baca aktivitas KNPB tetapi saya tidak pernah punya keinginan  mengetahui lebih dalam. Karena, bagi saya, lebih penting mendampingi anak-anak SMA ini agar dapat membuat pilihan yang baik untuk hidup mereka kelak.
Tulisan tentang KNPB saya awali dengan riset kecil-kecilan dari  koran, internet dan sumber lainnya. Sebagai seorang guru yang berlatar belakang ilmu social politik, saya paham bahwa menulis tentang KNPB tidak terlalu mudah, apalagi saya seorang Melayu. Terlepas dari saya sebagai seorang Melayu yang ‘mungkin akan dinilai tak berhak bicara soal politik Papua’, kebenaran tak pernah tersembunyi, tak pernah terkalahkan, tak pernah mati. Dengan keyakinan itu, apa pun resiko, saya memutuskan untuk membuat riset kecil dan menulis.
Tulisan tentang KNPB yang saya buat kurang lebih 25 halaman dan telah saya kirim ke Jurnal di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Indonesia. Pada artikel ini, saya sajikan lebih ringkas untuk pendidikan publik di tanah Papua. Saya berkeyakinan bahwa masyarakat mesti diberikan informasi yang benar dan kredibel agar dari informasi itu mereka dapat membangun diri dan bangsanya.
KNPB, Organiasi Pergerakan Sipil Nasional Papua
Komite Nasional Papua Barat (KNPB) adalah organisasi pergerakan sipil nasional Rakyat Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat).  KNPB didirikan pada 19 November 2008  oleh anak-anak muda terdidik dan berpikiran maju serta menguasai teknologi dan  informasi.
Berdasarkan data yang saya kumpulkan, anak-anak muda Papua ini sadar bahwa rakyat Papua pasca pembunuhan Theys Hiyo Eluay  (Pemimpin  Politik Pro Papua Merdeka) membutuhkan organisasi yang lebih progresif  sebagai sarana untuk menyuarakan lebih lantang lagi tentang keinginan merdeka yang saya amati sudah berurat-akar dan mendarah daging di setiap  orang Papua.
Berdasarkan sejumlah dokumen,  KNPB bukanlah organiasi baru di Papua. Pada tahun 1961, para tokoh  nasionalis Papua telah mendirikan organisasi ini dengan nama Komite Nasional Papua (KNP). Tujuannya jelas, memperjuangkan kemerdekaan Papua menjadi sebuah negara yang merdeka dan berdaulat, West Papua.
Itu artinya, KNPB yang saat ini hanya menambah kata “Barat”. Agenda perjuangannya sama, memediasi rakyat Papua untuk mendapatkan hak kedaulatan mereka melalui referendum, yang oleh anak-anak muda Papua ini anggap sebagai solusi tengah, damai dan demokratis.
Membaca tujuan pendirian organisasi KNPB, saya teringat pelajaran sejarah Indonesia di SMA, sub bagian ‘organisasi pergerakan Indonesia’. Dijelaskan di sana, Indonesia selama berjuang untuk memerdekakan diri dari Belanda pernah  mendirikan sekitar 14 organisasi pergerakan. Salah satunya adalah Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Soedjadi, Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Mr. Budiarto, dan Mr. Soenarjo di  Bandung pada 4 Juli 1927.
PNI didirikan dalam situasi sosio-politik yang kompleks.  Mereka merasa bahwa dalam kondisi politik tersebut perlu sebuah organisasi progresif untuk membangkitkan semangat untuk menyusun kekuatan baru dalam menghadapi pemerintah kolonial Belanda. Tujuannya jelas, untuk mencapai Indonesia merdeka.
Organisasi lainnya dalam sejarah pergerakan Indoneia adalah  Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo). Gerindo didirikan di Jakarta pada tanggal 24 Mei 1937 oleh Sartono, Sanusi Pane, dan Moh. Yamin. Dasar dan tujuannya sama,  memperjuangkan sIndonesia Merdeka.
Seperti PNI dan Perindo memandang Belanda adalah kolonial, KNPB memandang Indonesia saat ini adalah kolonial di tanah Papua. KNPB adalah anak-anak muda Papua yang  memiliki keyakinan bahwa penindasan dan eksploitasi atau kolonialisme dan kapitalisme global akan dihentikan oleh kekuatan gerakan rakyat  dan solidaritas dari seluruh rakyat di seluruh dunia yang ingin dan cinta keadilan, kebebasan, demokrasi kemanusiaan, dan perdamaian. Pandangan seperti itu jugalah yang ada di benak Ir. Soekarno pada masa revolusi Indonesia.
Tentu, pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, organisasi PNI dan Perindo serta organisasi lainnya adalah ancaman bagi kekuasaan Belanda. Kira-kira,  beginilah (saya gambarkan)  Indonesia melihat KNPB saat ini di Papua.
KNPB sebagai organisasi pergerakan, mendukung dan berkampanye jalan hukum dan politik untuk Kebebasan Papua Barat yang diupayakan Parlemen Internasional untuk Papua Barat/International Parlementer  for West Papua (IPWP). Upaya gugatan atas pendudukan Indonesia di Papua Barat untuk proses hukum internasional oleh Pengacara-Pengacara Internasional untuk Papua Barat/International Lawyers for West Papua (ILWP) juga didukung KNPB.
Terakhir, KNPB bersama sejumlah organisasi perjuangan lainnya di Papua, sudah menyatakan bersatu di bawah payung perjuangan rakyat Papua yang kini dikenal, United Liberalition Movement for West Papua (ULMWP). Kemudian, selama hampir 2 tahun ini, ULMWP membuat gegelisahan Jakarta semakin meningkat.
KNPB Itu Rakyat Papua, Simpati Membludak
Berdasarkan riset saya di sejumlah dokumen, sejak awal pendirian, KNPB telah mengatakan bahwa perjuangannya adalah perjuangan damai dan bermartabat oleh rakyat yang cinta damai dan memiliki martabat.  Itu membuat, simpati terus berdatangan,  tak hanya pemuda tetapi juga kelompok tua, mahasiswa, pelajar, laki-laki dan perempuan.
Orang Papua melihat  KNPB bukanlah “orang lain” dan “bukanlah organiasi baru”. Karenanya, mengapa demonstrasi yang dimediasi KNPB selalu saja dihadiri ribuan orang Papua.  Saya temui foto-foto demonstrasi KNPB di website yang  melibatkan belasan ribu orang: anak kecil, pelajar, mahasiswa, pemuda, tua, muda, laki-laki bahkan PNS serta pejabat ikut mendukung.
KNPB juga telah lama lebarkan sayapnya di seluruh pelosok Papua. Saya dapatkan informasi  dari sumber terpercaya, KNPB telah membuat cabang  di lebih dari 30 kabupaten di tanah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat).
Menarik dari riset kecil saya adalah perjuangan KNPB tak hanya turun jalan, demonstrasi. Mereka mengadakan seminar, pelatihan dan membuat sarana kampanye berupa news letter cetak dan online berupa website,  blogspot, dan media social seperti  grup facebook, youtube, dan lainnya. Semua ini dengan mudah dapat ditemukan di internet. Mereka sangat maju di media online.
Tampaknya anak-anak muda Papua ini telah menyadari bahwa internet adalah sarana perjuangan yang tepat di zaman ini. Mereka juga bisa jadi menyadari dan tidak terlalu banyak berharap pada media-media nasional untuk pemberitaan aktivitas  perjuangan mereka.
Berdasarkan riset kecil saya,  tidak banyak media nasional di Indonesia yang secara lengkap dan obyektif meliput KNPB. Lebih banyak berita tentang KNPB yang saya temukan di media nasional tak berimbang, bahkan menempatkan KNPB sebagai organisasi illegal bahkan kriminal. Saya tidak terlalu kaget dengan kondisi ini karena  PNI dan organisasi gerakan lainnya di Java mendapatkan perlakukan demikian di masa revolusi Indonesia. Dulu PNI dan para pendirinya serta pengurusnya dicap  separatis, illegal bahkan kriminal tetapi bagi kita saat ini adalah pahlawan revolusi.
Hal menarik dari kondisi ini adalah justru media-media skala internasional lebih sering meliput KNPB dan diberitakan secara global.  Kondisi ini membuat  dukungan p ada apa yang diperjuangkan KNPB tidak hanya semakin kencang dari  rakyat Papua tetapi dukungan datang dari berbagai pihak di Indonesia dan secara global di  berbagai belahan dunia. Dukungan membludak.
Negara Gelisah: Pilih Pendekatan Ekonomi
 “Semakin besar dan tinggi pohon itu bertumbuh, semakin besar pula terjangan angin.” Semakin besar gerakan dan dukungan rakyat dan global, semakin besar pula badai yang menimpa organisasi. Kondisi ini disadari justru pada saat KNPB dibentuk sebagaimana diungkapnya Ketua Umum KNPB, Victor Yeimo.
“KNPB itu bukan organisasi kecil. KNPB juga bukan berbicara soal makan siang. KNPB organisasi milik rakyat Papua Barat. KNPB bicara soal nasif bangsa Papua Barat. Maka, sebuah perjuangan tidak mungkin luput dari tantangan dan pengorbanan. Orang akan kasih label ini, label itu, isu ini, isu itu pada KNPB. Itu semua dilakukan oleh musuh untuk melumpuhkan rakyat Papua. Rakyat Papua terus merapatkan barisan perlawanan,” bintangpaua.com, melaluisuarapapuamerdeka.com, Edisi, Rabu, 5 Oktober 2011.
Apa yang disadari KNPB benar-benar terjadi. Kegelisahan negara atas kekuatan KNPB ditunjukkan dengan berbagai cara. Negara berupaya mendegradasi dan menjustifikasi gerakan KNPB sebagai gerakan kekerasan, gerakan pengacau, gerakan teroris dan label-label lainnya. Label-label seperti ini ikut dikampanyekan oleh sebagian besar media-media di Indonesia.
Para aktivis KNPB menjadi target penangkapan, target kriminalisasi, hingga pebunuhan. Hingga saat ini, ribuan aktivis KNPB pernah ditangkap, dipenjarakan, dijadikan Daftar Pencarian Orang (DPO), dan ditembak dengan berbagai tuduhan.
Data yang saya peroleh, hingga saat ini, lebih dari 30 anggota KNPB tewas baik dibunuh diam-diam, ditembak langsung, dipukul hingga kritis dan meninggal di rumah. Ratusan lainnya menderita luka tembak dan penganiayaan. Musa Mako Tabuni misalnya, ditembak di hadapan rakyat yang selama ini ia bela, Kamis, (14/6/2012) silam. Sementera, Ketua Komisariat Militan Komite Nasional Barat (KNPB) Pusat, Hubertus Mabel (30) juga ditembak di kampungnya dan masih banyak lagi.
Kini, saat isu Papua mulai mendunia sejalan dengan kekuatan KNPB, tampaknya kegelisahan negara semakin besar. Berbagai spanduk anti KNPB dan ULMWP bertebaran di mana-mana di Jayapura dan sejumlah kota di Papua. Sejumlah media online dan grup facebook muncul tiba-tiba untuk menyerang KNPB. Bahkan, bermunculan banyak facebook dengan nama para aktivias Papua dan nama orang Papua. Tujuannya, mengacaukan perjuangan para aktivis Papua.
Sementara itu, intensitas Presiden Indonesia,  Joko Widodo ke Papua  meningkat. Sejak dilantik, lebih dari 4 kali Jokowi ke Papua. Sejumlah program diluncurkan, jalan tol, rencana  rel kreta api, pasar mama di Jayapura, dan lainnya. Semuanya ini mesti diapresiasi karena selama 15 tahun saya di Papua,  hanya Jokowi bisa datang banyak kali ke Papua dan tampaknya punya hati yang murni.
Hal baik lain adalah Jokowi telah membentuk Kelompok Kerja Papua (Pokja Papua). Peran mereka tak bedanya Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua (UP4B) yang telah disakasikan kegagalannya oleh rakyat Papua. Banyak pihak mengungkapkan di media bahwa mereka sangat pesimis dengan Pokja Papua karena hingga saat ini tak ada kantor di Jayapura dan tidak jelas apa yang dikerjakan di Papua.
Para menteri juga sesering mungkin datang ke Papua, termasuk kepala Badan Intelijen Negara, tapi persoalan sejarah, politik dan HAM tampaknya belum disentuh. Saya tidak terlalu yakin, Jokowi tidak paham persoalan di Papua secara komprehensif? Tetapi, bisa jadi ia tidak diberikan informasi yang obyektif tentang Papua, bahwa persoalan Papua bukanlah hanya soal keadilan pembangunan, tetapi juga soal sejarah, HAM dan politik serta demokrasi (kebebasan berpendapat). Bahwa, penyelesaian Papua bukan hanya dengan yang oleh KNPB menyebutnya urusan ‘makan minum’.
Memang, soal HAM misalnya, sejumlah media menulis, Menteri Keamanan, Politik, Hukum dan HAM, Luhut B. Pandjaitan telah membentuk tim penuntasan pelanggaran HAM Papua. Tetapi, kalangan aktivis Papua menilai, tim ini dibentuk untuk menghalangi tim pencari fakta pelanggaran HAM Papua yang telah dibentuk oleh  Pasific Island Forum  (PIF).
Nah, apakah dengan cara-cara ini dan upaya-upaya  ini akan sukses meredam keinginan merdeka dari rakyat Papua?
Saya melihat, sulit. KNPB sudah jauh melangkah. Perang media tampaknya sulit dibendung. Kesadaran nasional yang besar telah lahir di Papua. Kepercayaan rakyat Papua, ras Melanesia, pada negara sulit untuk kembali dihidupkan dengan cara apa pun. Kesadaran nasional tidak hanya tumbuh di kalangan aktivis dan terpelajar, di kalangan anak didik saya di SMA sekali pun sudah tumbuh subur.
Saya menemui anak-anak didik saya suka membawa noken bergambar Bintang Kejora, mereka gambar di celana seragam, dalam buku-buku catatan penuh gambar Bintang Kejora. Juga mereka tidak menulis dengan hanya nama “Papua” tetapi “West Papua” atau “Papua Barat” di bawah bendera yang telah digambarnya. Anak-anak SLTP dan SD juga jika ditanya apa bendera kamu, tentu mereka akan menjawab Bintang Kejora, bukan Merah Putih. Saya sudah mencoba menanyakan anak-anak di sejumlah sekolah yang berbeda.
Mengapa demikian? Dalam kondisi sebagaimana digambarkan di atas tadi, kita sudah menyaksikan, KNPB dengan gagah berani turunkan ribuan masa dalam tekanan aparat yang luar biasa pada 31 Mei 2016 untuk mendukung ULMWP menjadi anggota penuh Melanesia Sperheed Grup (MSG). Ini dilakukan setelah sebelumnya, hampir 2000 (dua ribu) orang ditangkap dan digiring ke halaman Markas Brimob dan orasi Papua Medeka di sana. Aparat polisi yang berada di setiap titik aksi pada pukul 04:00 WIT tak mampu membendung gerakan rakyat ketika  itu.
Kemudian, muncul skenario baru. Ada dugaan, pihak-pihak tertentu memfasilitasi demonstrasi tandingan. Pada 2 Juni 2016, kelompok orang yang didominasi ras Melayu yang menamakan diriBarisan Rakyat Pembela (BARA) NKRI melakukan demonstrasi di kantor DPRP dan beberapa kota di Papua.
Sejumlah pemuda mengakui, tidak bisa menolak kalau diberi uang 300 ribu dan dijemput dan diantar pulang dengan truk. Jika yang turun demonstrasi 2000 orang, maka berapa rupiah yang keluar untuk memaksakan orang yang tak tahu apa-apa datang demonstrasi. Ada yang menarik, dalam aksi ini, terjadi pemukulan terhadap seorang wanita, Hendrika Kowenip di ruas jalan Lapangan Trikora, Abepura oleh masa aksi BARA  NKRI. Ini akan menjadi ujian bagi polisi di Papua, apakah akan proses pelaku atau tidak?
Banyak pihak menuding ada upaya sadar agar konflik horizontal terjadi di tanah Papua. Tetapi, rencana ini tampaknya akan gagal karena sejauh ini belum ada kelompok di Papua yang menanggapi  aksi BARA NKRI secara terbuka dan dengan hati panas. Sejumlah pimpinan juga saya ikuti telah menghimbau agar rakyat Papua harus dewasa dan tahan diri.  Itu artinya, rakyat Papua telah memiliki kesadaran politik yang baik dan dewasa.
Soal demonstrasi BARA NKRI, saya sebagai seorang Melayu di Papua, menjadi tidak masuk akal jika orang-orang Melayu mengusir KNPB yang adalah rakyat Papua. Banyak hak orang Melanesia di tempat ini telah kita rengut. Apakah pantas, saya merengut lagi hak kebebasan berpendapat, hak berpolitik mereka, orang Papua? Apakah saya, orang Melayu di Papua akan mati jika orang-orang Melanesia di Papua memperjuangkan hak politik mereka? Bahkan jika pun mereka merdeka, apakah saya akan  mati? Tentu tidak!  Saya tidak seserakah itu. Ini adalah refleksi pribadi saya untuk  menjemput bulan suci ini.
Saya berkesimpulan bahwa, kita, orang Melayu  harus punya pemahaman yang lengkap bahwa kriminalisasi, penangkapan dan pembunuhan, serta scenario konflik horizontal lazim dilakukan penjajah kepada  organisasi pergerakan di mana pun di dunia ini. Seperti yang terjadi pada KNPB, para tokoh pendiri PNI seperti  Ir. Soekarno, Maskun, Gatot Mangkupraja, dan Supriadinata pernah mengalaminya. Mereka ditangkap oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 24 Desember 1929. Mereka kemudian diajukan ke depan pengadilan Landraad di Bandung dan dipenjara.
Bukankah model seperti inilah yang dipraktekkan aparat Indonesia atas aktivis KNPB selama ini. Apakah orang-orang Melayu di Papua harus terjebak pada nasionalisme  yang sempit di zaman yang terbuka dan modern ini?
Rakyat Papua Sedang Buat Sejarah Mereka   
Berdasarkan risek kecil, saya berkesimpulan bahwa ternyata KNPB itu rakyat Papua. Rakyat Papua yang tak menyerah pada kematian sekalipun. Dari ungkapan mereka,  saya tangkap, sudah terlalu banyak orang-orang tercinta terengut nyawanya di moncong senjata saat berjuang untuk menggapai hak politiknya. Karena itulah, para aktivis KNPB menganggap bahwa jika nyawa harus terengut berarti itu bukan jalan sejarah baru.
Di berbagai kesempatan, KNPB mengatakan, tidak ada satu organisasi ataupun lembaga negara yang bisa membubarkan KNPB. KNPB adalah rakyat Papua maka harus dipertahankan dengan air mata dan darah.  KNPB hanya akan bubar kalau rakyat Papua ras Melanesia dari Sorong-Samarai bangkit dan minta KNPB bubar. KNPB hanya punya kontrak politik dengan rakyat Papua, bakanlah kelompok Melayu seperti saya.
Rakyat Papua memadang saya adalah tamu yang tak punya hak untuk membubarkan KNPB. Tamu yang tidak layak memegang kendali hidup tuan rumah, tuan tanah, orang Melanesia di Papua. Kadang saya mengakuinya bahwa, sebagian besar orang Melayu di Papua maupun di Jawa  menjadi  korban politik kolonialisme, memiliki nasionalisme yang sempit dan egoistis dalam melihat Papua.
Saya tersentuh dengan pernyataan Ketua KNPB, Victor Yeimo  di status facebook-nya pasca demonstrasi BARA NKRI di Jayapura.  Ia menulis begini, “Perjuangan kita bukanlah suatu perlombaan antar pendatang dan pribumi. Perjuangan kita adalah perjuangan rakyat-bangsa tertindas melawan penindas, yakni penguasa kolonial, kapitalis, beserta semua yang sedang menyukseskan (memperkokoh) kepentingannya. Kita berjuang dengan bermartabat untuk mengakhirinya dengan bermartabat.”
Jangankan Papua, di Jawa sekalipun perasaan tertindas oleh para kapitalis masih dirasakan. Perjuangan KNPB sebenarnya adalah juga perjuangan kaum tertindas Papua, kaum tertindas Indonesia dan kaum tertindas dunia. Perjuangan penegakan martabat manusia adalah perjuangan bersama seluruh bangsa manusia di dunia, termasuk saya orang Melayu di Papua.
Setelah dua minggu saya membuat riset kecil tentang KNPB, saya menyadari bahwa perjuangan KNPB adalah perjuangan umat manusia di dunia. Tanpa perjungan semacam ini, penindasan, keserakahan terus akan tumbuh subur. Indonesia memiliki sejarah yang panjang melawan Belanda, sama halnya Papua ternyata memiliki jalan sejarah yang berbeda untuk melawan kapitalisme dan kolonialisme di atas tanah mereka.
Pernyataan Ketua KNPB “Perjuangan kita bukanlah suatu perlombaan antar pendatang dan pribumi. Perjuangan kita adalah ….” di atas tadi adalah tamparan keras bagi saya. Mereka menampar saya, menampar kita, mengajak kita untuk membuka mata dan melihat penindasan dan sepakati bahwa penindasan atas nama apapun harus dihapuskan dari atas muka bumi ini., termasuk penindasan atas nama “NKRI harga mati”.
Mereka, KNPB, rakyat Papua, sedang terus rapatkan barisan perjuangan, mereka aksi, mereka seminar, mereka menulis, dan terus bergerak maju ke depan. Mereka sedang membuat sejarah bangsa mereka, West Papua.
*Guru Sosiologi dan Pendidikan Kewarganegaan di Salah Satu Sekolah Swasta di Kota Jayapura.

Profil Lulusan dalam Foto Yudisium

Profil Lulusan  dalam Foto Yudisium
Mahasiswa Prodi PPKn Angkt 2005, 2006 dan 2008 dalam acara Yudisium Kelulusan dan perolehan Gelar Sarjana Pendidikan Pada tahun 2009

Profil Akademik dalam Kegiatan Ujian Komprehensif Mahasiswa

Profil Akademik dalam Kegiatan Ujian Komprehensif Mahasiswa
Para Mahasiswa foto bersama dengan dosen usai Ujian Komprehensif

Profil Mahasiswa PKn dalam Gambar

Profil Mahasiswa PKn dalam Gambar
Ketua Komisariat Tahun 1999-2000 (W Kogoya) ditemani Wakil Ketua Komisariat Fillep Wopairi serta Sekum Komisariat (Sergio O Sawaki) sedang menyambut adik tingkat Angkatan 2000.

Seputar Alumni PPKn FKIP UNCEN

JUDUL-JUDUL SKRIPSI SEBAGIAN MAHASISWA PPKn UNCEN

No

N a m a

Judul Karya Ilmiah

Tahun

1.

Widhi Asmara

Studi tentang Masyarakat Hindu di Desa Yaturaharja Distrik Arso Kabupaten Jayapura

2003

2.

Alexander Rogi

Hubungan Persepsi Siwa tentang Masa Depan dengan minat siswa mempelajari PPKn di SMU Negeri 1 Waropen Bawah Tahun Pelajaran 2002-2003

2003

3.

Agustinus Ragainaga

Persepsi Siswa terhadap Mata pelajaran PPkn di SMU YPK Diaspora Kotaraja

2003

4.

Rina

Narkoba dan Obat Berbahaya ditinjau dari sudut etika (studi kasus di LP Kls IIa Abepura)

2003

5.

Maria Abiyindim

Studi Tentang Perkawinan di bawah umur dalam kaitannya dengan UU No.1 Tahun 1974 di Kampung Wonsim Distik Waropko, Kabupaten Boven Digoel

2003

6.

Willius Kogoya

Pergeseran Nilai Gotong Royong Pada masyarakat Suku Lani di Desa Kemiri, Jayawijaya

2003

7.

Maknowiyatun

Tinjauan Tentang Peranan Guru PPKn dalam meningkatkan kesadaran Moral Bagi Siswa di SMU Muh. Abepura

2002

8.

Toni Worobai

Tinjauan Kelulusan di SLTP N.1 Yapen Timur, Kabupaten Waropen

2002

9.

PetronelaTetelepta

Studi Tentang Metode Mengajar PPKn di SMU YYPK Taruna Dharma Kotaraja

2002

10.

Elpius Hugi

Studi Tentang Pesta Seks Pada generasi Muda di desa Wililimo Kecamatan Hubikosi, Kabupaten Jayawijaya

2003

11.

Yulice Krenak

Studi Tentang Harta PerkawinanMasyarakat Sodrofoyo di Kota Madya Sorong

2002

12.

Novita Yupii

Tinjauan tentang Peranan Guru PPKn dalam Meningkatkan Motivasi Pembelajaran Bagi Siswa SLTP N.1 Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire

2003

13

Yuliana Ansanai

Hubungan Isu Papua Merdeka dengan Prestasi Belajar Siswa

14

Ariestiani Dyah Minarti

Tinjauan Tentang Tenaga Pndidik Non FKIP Dalam Proses Pembelajaran Pada SMU Hikmah Yapis Jayapura (suatu studi kasus)

2002

15

Sugiono

Studi tentang Kehidupan Suku Buton Dengan Masyarakat Asli Daerah Sentani di Kampung Toladan, Kelurahan Sentani Kota, Kematan Sentani

2002

16

Etuk Yikwa

Persepsi

2003

17

Hertena Tabuni

Pengaruh Metode pemberian Tugas dalam Pelajaran PPKn terhadap Pembentukan Sikap Siswa SLTP N.1 Wamena, Kabupaten Jayawijaya

2003

18

Lekius Yikwa

Peranan Remedial dalam Pembelajaran PPKn di SLTP Santo Paulus Abepura

2003

19

Sebastianus Mangelo

Pentingnya Pendidikan Moral dalam Pengajaran PPKn di SMU YPPK Taruna Dharma Kotaraja

2003

20

Segio Sawaki

Studi Tentang

2003

21

Kundrad Teturan

Tinjauan Tentang Penggunaan Media Pengajaran Dalam PBMPPKn di SLTP YPJ Kuala Kencana Timika

2002

22

Sukamat

Survei Pendapatan Masyarakat Desa Yuwanain terhadap Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Menggerakkan Pembangunan di Desa Yuwanain Kecamatan Arso Kabupaten Jayapura

2002

23

Muhammad Said

Studi Tentang Guru NonPPKnDi SMU Muh. Jayapura

2004

24

Rahmaniar

Studi Tentang Perceraian di Pengadilan Agama Jayapura

2004

25

La Ode

-

2004

26

Hiskia Uruwaya

-

2004

27

Henda Beroperay

-

2004

28

Yunita Tandisiapi

Studi Tentang Pengajaran PPKn Sebagai Salah Satu Upaya Pembentukan Kepribadian Siswa di SLTP N.5 Sorong

2004

29

Marlina Ick

Studi Tentang Kedudukan Harta Perkawinan Dalam perkawinan Adat Masyarakat Maybrat Kampung Kambuaya Distrik Ayamaru, Kabupaten Sorong

2004

30

31

Daan Daby

Marsyalina Sombolayuk

Suatu Tinjauan Tentang Kebersihan Lingkungan di Kelurahan Yabansai Distrik Abepura, Kotamadya Jayapura

Peranan Guru Dalam Memotivasi Siswa Terhadap pembelajaran PPkn di SLTP Negeri 2 Fak-Fak

2004

2002

32

Umar

Etika Musyawarah Anggota DPRD Fak-Fak

2004

33

Naftali Elopere

Perang Suku sebagai bahan Ajar Muatan Lokal

2002

34

dst

2004







===============================================
Informasi Kepada Seluruh Alumni Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP-Universitas Cenderawasih dapat mengirim artikel, informasi pendidikan, dan Informasi Nasional dan Global demi pengembangan ilmu, pertukaran informasi.

Semoga informasi yang dapat di publikasikan pada blogspot ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Diharapkan dapat mengirim informasi ke alamat sdr. Willius Kogoya dengan alamat email. willy_kogoya@yahoo.com dan willy.kogoya@gmail.com serta No HP/ sms ke 081328439500.


Artikel & Hasil Penelitian Dosen PPKn

Daftar Hasil Karya Ilmiah dosen PPKn

No

N a m a

Judul Karya Ilmiah

Tahun

1.

Yan Dirk wabiser

Peranan Boven Digoel dalam sejarah pergerakan nasional

2001

2.

Otonomi Kampung menurut Masyarakat Adat Sentani

2002

3.

Korupsi sebagai bahan ajar peserta didik

2002

4.

Tanggapan Guru pamong terhadap calon Guru PPKn 2002-20003

2003

5

Gurabesi Pahlawan Budaya Papua

2003

6.

Bernarda Meteray, YanD. Wabiser

Hubungan papua dengan kesultanan Tidore

2002

7.

Bernarda Meteray

Kebijakan pemerintah Koolonial Belanda di Papua Tahun 1960

2003

8.

Salatun

Keadaan Sosial ekonomi masyarakat Arso 1 Kecamatab Arso kabupaten Dati II

2002

9.

Tinjauan kepada Tenaga kependidikan non FKIP dalam proses pembelajaran pada SMU Hikmah YAPIS Jayapura : suatu tinjauan studi kasus

2002

10.

Marten Timisela

Strategi Pembangunan Ekonomi yang berdaya guna untuk menopang Pendidikan

2003

11.

Willius Kogoya

Pro-Kontra Pemekaran Provinsi dan Kabupaten di Papua Dalam Perspektif Nenggi-Kenggi dan Impliksinya Terhadap Ketahanan Wilayah

2007





==============================================
Semua Dosen pada program studi PPKn dapat mempublikasikan hasil penelitian atau artikel pada blogspot ini.

semoga bermanfaat bagi diri kita, mahasiswa dan seluruh peminat Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Informasi Mahasiswa PPKn yang Aktif Kuliah

Para Mahasiswa Program Studi PPKn diharapkan dapat mengirim tulisan atau mengikuti informasi di blogspot ini.

==========================================